Perubahan iklim menjadi isu global yang terus bergulir, namun sekolah-sekolah di Indonesia justru belum serius memperkenalkan perubahan iklim dan langkah-langkah yang diperlukan guna mengatasi ancaman ini. Pendidikan perubahan iklim di sekolah-sekolah masih minim, sekalipun dalam muatan lokal pendidikan lingkungan hidup.
Kenyataan pendidikan perubahan iklim di sekolah-sekolah Indonesia yang memperihatinkan terungkap dari hasil studi British Council kepada 2.234 guru dan siswa SD-perguruan tinggi di Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. Hasil penelitian dituangkan dalam laporan bertajuk Mapping Climate Education in Indonesia : Oppurtunities for Development.
Tety Suryati, Koordinator Muatan Lokal Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Jumat (25/9) di Jakarta, mengakui terbatasnya pendidikan perubahan iklim di sekolah. Siswa dan guru memiliki pemahaman yang terbatas soal perubahan iklim.
Pencegahan yang diperlukan sedini mungkin dan bagaimana tiap individu serta komunitas berkontribusi membuat perubahan iklim tidak semakin buruk, belum dipahami siswa dan guru. "Kurikulum pendidikan lingkungan hidup juga masih belum fokus dan memberi porsi untuk pendidikan perubahan iklim yang berdampak buruk untuk Indonesia jika tidak ada kesadaran bersama untuk mengubah gaya hidup yang ramah lingkungan," ujar Tety yang juga guru di SMAN 12 Jakarta itu.
Nita Irawati Murjani, Project Manager Climate Security British Council, mengatakan pendidikan punya peran penting untuk meningkatkan kesadaran soal penyebab dan dampak perubahan iklim. Sayangnya, sekolah-sekolah belum sepenuhnya menyadari perannya sehingga kesadaran dan persepsi siswa dan guru soal perubahan iklim yang jadi isu global itu masih minim.
Yang menyedihkan, masih banyak responden dari kalangan akademik yang punya persepsi soal perubahan iklim itu sebagai kehendak Tuhan. Kenyataan itu bisa berakibat kita memposisikan diri sebagai bagian yang pasif dari masalah, mengesampingkan kontribusi kita sebagai penyebab masalah, sekaligus menganggap kita tidak berdaya untuk menciptakan solusi dari masalah perubahan iklim, kata Nita.
Mochamad Putrawidjaja, peneliti dari British Council, mengatakan pendidikan perubahan iklim belum jadi perhatian semua sekolah. Hal itu bisa jadi akibat pendidikan perubahan iklim secara resmi belum diakui dalam sistem pendidikan nasional.
Meskipun topik perubahan iklim disampaikan dalam mata pelajaran yang relevan seperti Biologi, Fisika dan Geografi atau muatan loka pendidikan Lingkungan Hidup, topik perubahan iklim minim karena khawatir membebani siswa, kekurangan bahan ajar dan teknik mengajar, kata Putrawidjaja.
Padahal, saat ini perlu kesadaran yang lebih besar dari semua pihak dalam kehidupan sekolah, mulai dari kepala sekolah dan guru untuk memahami isu-isu lingkungan dan perubahan iklim, untuk mengenalkan cara-cara praktis untuk melestarikan lingkungan, seperti mengolah sampah dan menghemat listrik. Generasi muda yang akan menghadapi dampak dari generasi sekarang diharapkan juga bisa berpartisipasi lebih baik.
Tempat yang cocok di sekolah untuk membentuk perubahan perilaku dan menemukan solusi yang baik bagi masalah ini. Jadi hasil penelitian ini selain memotret kenyataan soal pendidikan perubahan iklim yang masih belum baik, juga ada kesempatan bagi semua pihak untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah ini, kata Putrawidjaja. (Laporan wartawan KOMPAS Ester Lince Napitupulu)
© 2008 - 2009 KOMPAS.com