lunes, 22 de diciembre de 2008

Theresia Mia Tobi: Ibu Penyelamat Gaharu Perintis Lingkungan

Seperempat abad yang lalu, gaharu (Aquilaria spp) banyak dijumpai dan tumbuh nyaris tanpa gangguan di hutan Indonesia. Gubal atau getah gaharu mengandung damar wangi (aromatic resin) sebagai bahan baku berbagai jenis wewangian seperti dupa atau hio, parfum, dan obat tradisional. Inilah yang kemudian mendorong perburuan gaharu secara besar-besaran sejak tahun 1970-an untuk diekspor ke luar negeri.Di saat itu, terjadi pula penebangan sia-sia, artinya banyak pohon gaharu yang tidak mengandung gubal ditebang dan mati. Akibatnya, 10-15 tahun kemudian tanaman gaharu di Indonesia semakin langka dan terancam punah, keadaan ini diperparah dengan belum dikenalnya teknik budi daya gaharu oleh masyarakat.

Di dusun Bawalatang, desa Nawakote, Kecamatan Walanggitan, kabupaten Flores Timur yang lahannya bergelombang, berbukit dan di sana-sini terjal, seorang ibu rumah tangga, Theresia Mia Tobi mempunyai perhatian besar dan meluangkan waktunya untuk melakukan budi daya gaharu. Usahanya dilakukan sejak tahun 1993 mulai dari pembibitan dan penangkaran, penanaman dan perawatan. Ibu Theresia melakukan ini dengan hati yang ikhlas dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, sekaligus ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk selalu wajib menyintai lingkungan.

Dengan dukungan keluarga, orang tua dan dibantu anggota kelompok dani serta aparat desa, Ibu Theresia tanpa kenal lelah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat melalui penanaman pohon dengan semboyan ”bila satu pohon ditebang, akan diganti dengan penanaman seribu pohon”. Kepercayaan masyarakat kepada Ibu Theresia dapat diukur dari keikutsertaan seluruh warga Desa Nawakote kemudian melakukan pembitan, penangkaran dan penanaman gaharu di pekarangan rumah maupun areal hutan.

Karena ternyata mendatangkan nilai ekonomis yang cukup banyak, Ibu Theresia Mia Tobi kemudian membagikan tidak kurang dari 11.000 bibit gaharu kepada masyarakat Desa Nawakota, Yayasan Tana Abab, Kelompok Tani Nelayan Watebula Sumba Barat, Yayasan Yaspensel Diosis Larantuka, Kelompok Tani Taw Tana, Uskup Weetebula, Mantan Bupati Flores Timur, Drs. Hendrikus Henkin, dan Kelompok Tani Gaharu di Kemaebang Desa Nawakota.

Dengan segala keterbatasannya, Ibu Theresia juga menanam berbagai tanaman kayu-kayuan seperti mahoni, ampupu, gamalina, selain tanaman perkebunan seperti ciklat, vanili, kemiri, kelapa, pisang, dan lain-lain.

Penanaman berbagai komoditas mencakup 3 hektar di areal sekitar permukiman, dan penghijauan telah menjadikan asri dan sejuk 30 hektar lahan kritis di Desa Nawakote, Kecamatan Walanggitan, Kabupaten Flores Timur.

Karena prestasi dan popularitasnya, Ibu Theresia Mia Tobi sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber pada berbagai pertemuan dan sosialisasi yang berkaitan dengan gaharu. Tidak hanya di tingkat desa, permintaan itu juga datang dari Kecamatan, Kabupaten Flores Timur, Dinas Kehutanan, Bappeda dan berbagai kelompok tani di Kabupaten Flores Timur.

Sumber: menlh.go.id

Sriatun Djupri: Kasih Ibu pada Lingkungan

Dalam rangka Hari Ibu, MATOA mengajak para Sahabat untuk bersyukur dan berterima kasih kepada para Ibu yang telah berjuang bagi lingkungan hidup Indonesia, bagi bangsa ini, dan tentunya bagi kita.

Di tahun 1973, Sriyatun sekeluarga bersama dengan 2.102 kepala keluarga lainnya tinggal di daerah yang sangat gersang, tandus dan kumuh, tepatnya di kelurahan Jambangan, di pinggir Kali Surabaya. Sulitnya mendapatkan air bersih memaksa warga menggunakan air kali surabaya sebagai tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kondisi seperti ini, sudah bisa ditebak bahwa daerah itu dipastikan kumuh. Ironisnya, Kali Surabaya merupakan sumber bahan baku air bersih yang diolah oleh PDAM untuk masyarakat Kota Surabaya.

Keadaan inilah yang kemudian memotivasi Sriyatun membawa masyarakat keluar dari kekumuhan lingkungan. Dimulai dengan penyuluhan tentang kebersihan kepada warga sekitar dengan tujuan untuk merubah perilaku buruk yang membuang sampah dan membuang hajat di Kali Surabaya. Perjuangan ini dilakukan tahun 1973-1986.

Mulai tahun 1986, Sriyatun mulai menggerakkan warga sekitar untuk melakukan pemilahan sampah, penghijauan pekarangan dan jalan warga sepanjang Kali Surabaya dan membuat saluran WC di sekitar rumah. Kegiatan ini dilakukan melalui Kelompok Dasa Wisma yang memanfaatkan anggota kelompok PKK, Karang Taruna dan para kepala keluarga sebagai kader lingkungan. Di tahun 2004 Sriyatun mendirikan Kelompok Kader Lingkungan Sri Rejeki, aksinya berupa pelatihan bagi warga sekitar untuk memilah dan mengolah sampah, pembibitan tanaman, penghijauan pekarangan, jalan dan pinggir sungai, serta membuat dan menggunakan jamban umum.

Kerja keras Sriyatun ternyata tidak sia-sia. Sebanyak 40 kader lingkungannya dengan anggota binaan 10 kepala keluarga/kader telah berkembang menjadi 1.000 kader tersebar di 14 kelurahan. Warga Jambanganpun telah mempunyai 14 WC umum. Selain itu, Sriyatun besama warga kini mengoperasikan 306 unit komposter aerob skala rumah tangga, yang berarti telah mengurangi produksi sampah dari 420 meter kubik perbulan menjadi 140 meter kubik perbulan. Penghijauanpun telah mencapai luasan tidak kurang dari 70% wilayah Kecamatan.

Dalam memanfaatkan sampah, ternyata Sriyatun secara diam-diam menerapkan metode 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Setiap rumah, rata-rata memperoleh penghasilan Rp. 150.000,- perbulan dari hasil penjualan kompos. Sedangkan hasil dari daur ulang limbah plastik mencapai 500.000 – 1.000.000 rupiah per rumah perbulan dalam bentuk kerajinan bunga plastik, taplak meja, tas, horden, anting-anting dan aksesori lainnya.

Selain itu, belatung sebagai hasil sampingan pembusukan sampah juga bernilai ekonomis karena laku dijual sebagai pakan yang higienis bagi ikan air tawar. Hasil tanaman apotik hidup seperti kunyit putih dan mahkota dewa dijual langsung kepada yang membutuhkan sebagai bahan pembuat jamu.

Pengelolaan sampah dengan metode 3R selain memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat ternyata telah mengurangi beban pencemaran terutama dari plastik yang dibuang ke tanah, sungai dan pencemaran udara karena dibakar. Secara sosiologis, upaya Sriyatun mampu merupah cara pandang dan perilaku masyarakat yang merupah limbah hingga bernilai ekonomis.

Keberhasilan Sriyatun tercatat telah diikuti 18 kecamatan di Kota Surabaya. Tidak hanya itu, kota-kota lainpun telah mulai mengikutinya, diantaranya adalah Yogyakarta, Sumenep, Probolinggo, Sidoarjo, Sorong, Dumai, Jakarta dan beberapa kota di Lampung , Aceh dan Kalimantan.

sumber: menlh.go.id

martes, 9 de diciembre de 2008

Menuju Kelembagaan Zero Waste

Sampah merupakan masalah sangat krusial. Lokasi pembuangan semakin sulit dicari sementara sampah terus diproduksi. Pengangguran pun demikian. Setiap tahun muncul tenaga kerja baru, sebagian besar akan menambah jumlah pengangguran. Kedua masalah ini meski tidak berkaitan langsung, ternyata bisa sekaligus ditangani oleh satu konsep: Zero Waste.

Zero Waste bisa berarti tidak memproduksi sampah. Alam adalah Zero Waste yang sempurna. Keseimbangan ekosistem. Limbah dari satu proses/makhluk menjadi makanan atau bahan baku bagi makhluk/proses lain. Tidak ada yang dibuang.

Konsep Zero Waste pada intinya mencegah membuang sampah rumah tangga keluar rumah melainkan harus diproses sendiri. Untuk itu diperlukan adanya "kelembagaan sampah" sebagai kunci sukses terlaksananya Zero Waste. Kelembagaan ini akan menunjuk penanggung jawab sampah keluarga biasanya dibebankan pada para pembantu rumah tangga (PRT).

Sebaiknya, yang menjadi penanggung jawab sampah adalah orang yang memiliki `kuasa besar` baik di rumah maupun di RT/RW setempat. Dan yang juga penting adalah kontinuitas pengelolaan sampah. Karena lengah sebentar saja, sampah akan kembali menumpuk dan akan sukar dikendalikan. Maka dari itu, perlu manajemen kontrol yang baik dan kejelasan tugas, hak, wewenang, dan penanggung jawab setiap warga.

Hal termudah yang dapat dilakukan setiap orang adalah memilah sampah rumah tangga setiap harinya. Produksi sampah normal rata-rata 1-2 kg per hari, dan hanya membutuhkan waktu paling lama 30 menit untuk menyeleksi jenis sampah-sampah tersebut. Sampah harus dipisahkan antara sampah organik (sisa makanan atau sayuran), anorganik plastik, dan anorganik kertas.

Banyaknya sampah anorganik tiap hari rata-rata seperempat dari total sampah rumah tangga. Jika telah menyeleksi sampah anorganik plastik, sampah harus dicuci bersih dan dijemur hingga kering sebelum diolah untuk meminimalisir timbulnya penyakit. Sampah-sampah itu kemudian dapat disimpan dalam tong untuk diproses menjadi pelet plastik atau seni kriya lainnya seperti tas, sandal, dan payung yang terbuat dari bungkus deterjen.

Sedangkan sampah anorganik kertas dapat dijadikan bubur kertas dalam tong untuk kemudian diproses menjadi kertas daur ulang. Beberapa waktu terakhir, kriya dari jenis sampah anorganik banyak diminati masyarakat lokal bahkan hingga ke luar negeri. Dan disinilah daya kreativitas diperlukan untuk mengubah sampah menjadi barang berguna ataupun menjadi komoditas produksi.

Jika masyarakat tidak terseret dampak revolusi industri, Zero Waste mungkin bisa mudah diraih. Dengan kondisi sekarang ini, Zero Waste tentu tidak mungkin dicapai. “Zero” agaknya hanya istilah bagi suatu sasaran ideal yang ingin dicapai. Suatu kiat berkampanye, dengan target yang mustahil dicapai namun membangun semangat. Seperti zero emissions, zero mercury atau zero accident. Namun efektif, bisa mengubah industri dan masyarakat. Buktinya, standar industri mobil dan bahan bakar sudah berubah.

Kawasan bebas rokok tidak berarti kita terbebas dari rokok. Namun membuat masyarakat terbiasa, terlatih untuk tidak merokok atau mengurangi. Berhenti merokok menjadi mungkin. Pun mendekati Zero Waste bukan tidak mungkin. Beberapa kota di Selandia Baru contohnya, kini sudah mencapai rekor dunia 20%. Ini luar biasa. 80% limbah kota dibelokkan ke pemanfaatan. Dari pengangguran 7,5% pada Maret 1999 kini tinggal 3,6% (Sepember 2006).

Programnya dimulai secara lokal pada 1999. Ketika 2002 dicanangkan program nasional ”Zero Waste 2020,” 27 dari 74 council sudah lebih dulu menerapkannya. Dan September lalu sudah 72% Selandia Baru menerapkan Zero Waste.

Zero Waste bisa dicapai dengan memaksimalkan daurulang; meminimisasi pembuangan; mengurangi konsumsi; dan memastikan agar barang produksi bisa diperbaiki, dipakaiulang, didaurulang, atau dijadikan kompos. Karenanya, sejumlah besar lapangan kerja akan tercipta begitu konsepnya dicanangkan. Tidak akan ada pemulung lagi, mereka menjadi pengusaha, karyawan, atau konsultan. Penganggur pun tidak akan segan, karena bukan sampah yang digeluti, melainkan mencegatnya sebelum menjadi sampah.

Paul Hawken, Robin Murray dan tokoh sustainability lain sepakat bahwa Zero Waste adalah cara baru dalam menciptakan kesejahteraan ekonomi.

Di Indonesia sendiri, sudah ada lembaga yang memiliki menggalakkan Zero Waste, yaitu YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi).

lunes, 1 de diciembre de 2008

INDONESIAN ECOLOGY EXPO 2008

Sahabat Matoa, ada event menarik yang akan digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia IPB (BEM FEMA IPB) 21 Desember 2008 mendatang.

FEMA di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa mengimplementasikan wujud kepedulian terhadap ekologi dengan menyelenggarakan kegiatan Indonesian Ecology Expo (INDEX) 2008. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai sarana utama untuk memperkenalkan ekologi manusia dari berbagai sudut pandang. Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan gambaran mengenai keadaan ekologi Indonesia serta dapat meningkatkan kesadaran kritis masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian ekologi.

Kegiatan INDEX merupakan rangkaian acara yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Secara garis besar rangkaian acara INDEX terdiri dari: Lomba, Expo, Talkshow serta Pameran. Lomba yang cukup menarik dalam gelaran tersebut adalah Lomba Desain Kantong Belanja Non-Plastik, namun peluang untuk mengikuti lomba tersebut sudah ditutup 21 November 2008 lalu. Semoga pada tanggal 21 Desember 2008 nanti, Panitia berkenan memamerkan desain-desain kantong belanja non-plastik kepada para pengunjung.

Expo, Talkshow serta Pameran dalam rangkaian INDEX 2008 tersebut akan dilaksanakan di IPB International Convention Center, Kota Bogor.

Cp:
Tri Reti 0818812092
Riri 085697402949
Bayu 0811654307