martes, 20 de enero de 2009

Film Petak Danum Itah

Begitu memasuki ruangan Erasmus Huis di lantai II, suasananya masih sepi. Hanya ada beberapa orang saja berdiri di depan meja penerima tamu, dua diantaraya adalah bule.

Nampak Hardi Baktiantoro, Direktur Center Orangutan Protection juga tuan rumah di acara pemutaran film Petak Danum Itah sedang ngobrol dengan dua bule tadi. Setelah bersamalan dan berkenalan, pria bule memperkenalkan namanya, Richard Zimmerman. Dia Founding Director dari Orangutan Outreach di Amerika yang membantu COP selama ini.

Ya, pada Selasa 16 December 2008 lalu, adalah pemutaran film dokumenter Petak Danum Itah. Seharusnya film diputar tepat jam 10 pagi. Tapi, setelah menunggu sekitar satu jam lamanya, ruangan seluas bioskop 21 itu tak kunjung dipadati oleh penonton dan tamu undangan. Hanya segelintir orang saja yang hadir. Padahal yang konfirmasi akan datang hampir 100 orang, seperti dijelaskan Hardi.

Tepat jam 11 siang, film pun diputar. Kursi-kursi masih banyak yang kosong. Penonton pun enggan bergerak ke barisan kursi paling depan. Ruangan pun meredup. Semua mata memandang ke arah layar mencoba menyimak tiap adegan.

Nampak seorang lelaki dengan tenang mendayung perahu kayunya di tengah riak sungai lalu memasuki rimbunnya pepohonan di tengah hutan. Tepat di belakangnya, nampak beberapa perahu lain mengikuti. Mereka pun berhenti di pinggir hutan, merapatkan perahu. Bersama rombongannya mencabut anakan jelutung untuk ditanam kembali di lahan bekas perkebunan sawit.

Ya, lelaki itu bernama Daryatmo, Kepala Desa Tumbang Tura di Kalimantan Tengah. Dia mengajak masyarakat Tumbang Tura untuk menanam karet dan jelutung di lahan terbuka di desanya.

Ia khawatir desanya akan tergusur karena perkebunan kelapa sawit yang semakin meluas. Bahkan ketika dia membantu Aryadi dan warga desa lainnya mengurus kelengkapan surat-surat tanah mereka di Mantian dan mengadukannya kepada Camat Pulau Malan, jawabannya, perusahaan sawit telah memiliki ijin dari BPN untuk memperluas perkebunannya.

Sungguh ironis. Saat penduduk Desa Tura memikirkan kehidupan anak cucu mereka di masa mendatang dan mencoba mempertahankan lahannya dari gusuran perusahaan sawit, aparat pemerintah tak bisa membantu dan berkutik untuk menghentikan upaya perluasaan perkebunan sawit.

Pria asli keturunan dayak ini memerankan dirinya sendiri dalam film dokudrama berdurasi 16 menit yang berjudul Petak Danum Itah itu. Adegan dalam film itu berakhir saat doa-doa dipanjatkan pada yang kuasa agar alam tetap terjaga bagi kelangsung anak cucu mereka.

Keinginan Daryatmo dan penduduk Desa Tura sangat sederhana. Dia hanya ingin hewan yang dulu berkeliaraan di dalam hutan bisa kembali lagi. Seperti halnya burung dan juga orangutan yang sudah mulai menyusut populasinya. Lantas apa yang sudah dilakukan Daryatmo dan warga lainya selama ini supaya hewan-hewan itu kembali ke alam liar?

"Solusi dengan menolak sawit, yang diinginkan adalah menanam karet supaya hutan terjaga. Juga binatang-binatang akan kembali ke alamnya. Kalau sudah ada sawit binatang-binatang akan hilang," tutur Daryatmo dengan polosnya menjawab pertanyaan kami saat film usai.

Sebelum ada perkebunan kelapa sawit, penduduk Desa Tura menanam karet dan rotan. Masyarakat jadi resah, karena hutannya terus digunduli. Salah satu hewan yang membutuhkan hutan adalah orangutan, tutur Hardi Baktiantoro menambahkan jawaban Daryatmo.

Lantas apa hubungan film Petak Danum Itah dengan orangutan?

"Orangutan adalah teman bagi masyarakat Desa Tura. Dimana mereka memperhatikan dan mengikuti apa yang dilakukan oleh orangutan. Misalnya, apa yang dimakan orangutan akan diikuti oleh mereka. Hutan adalah sumber makanan juga sebagai sumber farmasi." tambah Hardi lagi.

Diperkirakan, tiga tahun ke depan orangutan akan habis, terutama yang berada di luar kawasan konservasi. Karena selama ini orangutan oleh pemilik perkebunan kelapa sawit selama ini dianggap hama. Orangutan yang sudah tergusur rumahnya, terpaksa berkeliaran di tengah perkebunan kelapa sawit, dan memakan umbut sawit sebagai pengganti sumber makanan untuk mempertahankan hidupnya.

Selain diputar di Desa Tura, film ini juga akan diperbanyak dan dibagikan ke pemerintah kabupaten, provinsi dan anggota DPR di Kalimantan Tengah.

jueves, 8 de enero de 2009

Matoa & 3to6 Awards

Matoa pada tanggal 13 Desember 2008 membantu 3to6 Bintaro Utama, yang merupakan pusat pendidikan anak yang menjadi  pendamping/pelengkap sekolah TK/KB, berusaha untuk selalu tumbuh dan berkembang serta bahu membahu dengan berbagai pihak dalam berkontribusi untuk melahirkan generasi penerus bangsa berkualitas. melaksanakan 3to6 awards 2008.

Pada acara "Let's save our planet" Matoa mengajak anak-anak menanam dengan memperkenalkan bumbu dapur daun sereh "lemon grass" secara menyenangkan.