sábado, 28 de febrero de 2009

The 1st Indonesia Envi Web Mag

Launch on March 1, 2009



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas lindungan dan rahmatnya Matoa Albarits dapat meluncurkan "The 1st Indonesia Environmental Website Magazine" sesuai dengan yang kami rencanakan. Website ini dibuat oleh tim Matoa sendiri dengan memperhatikan kebutuhan informasi dan komunikasi yang semakin cepat, perkembangan teknologi disain website yang semakin maju serta kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap lingkungan.
Harapan kami, website ini bisa mewujudkan cita-cita dan doa yang sudah ditanamkan Abdul Bari Ts (alm) dan Ibu Duriyah, sehingga mampu menjadi inspirasi, membangun lingkungan yang lebih baik serta mewujudkan gaya hidup ramah lingkungan hingga akhir zaman.
Terima kasih kami ucapkan secara khusus kepada sahabat seperjuangan Heri Raspati Wibowo yang dengan tak kenal lelah baik pagi, siang dan malam, mempersiapkan peluncuran ini dari awal hingga detik terakhir. Tak lupa juga kepada seluruh team Boy Mochran, Yayat, Irma, Lia, Zulhida, Akbar, Hendaru, Timan, Olip, Angga, Ahmad dan Asep karena tanpa dukungan, masukan dan dorongan teman-teman maka hal ini tidaklah mungkin dapat kita laksanakan.
Kami juga ingin menyampaikan pula rasa terima kasih kepada Bapak Muhandis Natadiwirya, Bapak IGNN Sutedja, Bapak Ahmad Baehaqie, Ibu Yuyu Yudaningsih, Bapak Fajar Iqbal, Bapak Rachmat Witoelar, Ibu Erna Witoelar, Bapak Marzuki Usman, Bapak Effendy A. Sumardja, Bapak Arief Yuwono, Ibu Sri Hudiastuti, Bapak Imam Hendargo, Ibu Laksmi Dhewanti, Bapak Dida Gardera, Ibu Damayanti Ratunanda, Ibu Aisyah Sileuw, Ibu Sahnaz Haque, Bapak Ridzki R. Sigit, Perkumpulan Telapak, PT. Indonesia Printer, Radio DeltaFM dan lain-lain yang tidak kami sebutkan satu persatu atas dukungan yang telah diberikan selama ini kepada Matoa Albarits.
Hari ini, detik ini kami panjatkan doa kepada Allah SWT, semoga apa yang kami wujudkan hari ini dapat memberikan makna dan landasan baru untuk terus berjuang mewujudkan kehidupan lingkungan Indonesia yang lebih baik serta mendapatkan dukungan yang lebih luas dan lebih banyak, amin...

POMETIA

Indonesia kaya flora & faunanya, POMETIA, unit merchandise Matoa Albarits, menyediakan T-Shirt yang mengungkap keindahan dan keunikan keanekaragaman hayati Indonesia. Kami ingin semua orang ikut terlibat melestarikan kekayaan alam Indonesia, dan membiarkan mereka hidup bebas di alamnya.

Edisi perdana kali ini menampilkan rancangan kaos bertema Landak Raya yang merupakan hewan berdarah panas, bertulang belakang, melahirkan anak serta dapat ditemukan di Sumatera & Kalimantan.

T-Shirt menggunakan bahan kain katun combed, diproduksi dengan ukuran (Dewasa) : S, M, L dan XL , bila berminat, silahkan melakukan pemesanan melalui email info@matoa.org.

Yayasan Tifa

Mekanisme Dana Hibah
Yayasan Tifa mempunyai dua mekanisme pemberian dana hibah (grant-making) :
Pertama: melalui pendekatan proaktif dimana Yayasan Tifa akan berperan aktif dalam kerjasama dengan organisasi yang memiliki misi sejalan dengan Tifa, disebut Pro-actice Grants.
Kedua: melalui penerimaan usulan program yang sesuai dengan arahan strategis dan program prioritas/pendukung Tifa, disebut Open Grants.
Dana Hibah diberikan kepada :
• Organisasi dengan usulan program kegiatan sejalan dengan visi dan misi Tifa.
• Organisasi yang memiliki “track record” yang tidak tercela baik sepanjang berhubungan dengan Tifa maupun dengan lembaga donor lainnya.
• Organisasi yang berbadan hukum.
• Organisasi yang bekerja sama dengan lembaga pemerintah.
• Lembaga Kajian di bawah universitas.
*Catatan: Bila pengaju berbentuk koalisi, jaringan, forum atau sejenisnya maka salah satu anggota yang berbadan hukumlah yang bertindak untuk dan atas nama kelompok tadi dalam administrasi hibah.

Dana Hibah tidak diberikan kepada :
• Perseorangan (Individu), termasuk usulan untuk beasiswa, perjalanan, konfrensi dan lain-lain.
• Semua instansi aparat pemerintah, badan legislatif, yudikatif, partai politik, militer atau yang berafiliasi/terkait langsung dengannya.
• Semua organisasi yang bertujuan mencari laba.
• Usulan program yang produk atau hasil akhirnya dijual kepada umum (kecuali atas persetujuan Tifa)
• Organisasi yang sedang memiliki kerjasama dengan Tifa pada periode berjalan kecuali atas pertimbangan khusus.

Informasi lebih lanjut lihat di tifafoundation.org/grant.php?id=3
Atau kontak melalui email ke: public@tifafoundation.org

Sumber: tifafoundation.org/

Call for Proposal MFP II

Forestry Governance and Multistakeholder Forestry Program (MFP II), suatu “Program Tata Kelola Kehutanan Multipihak”, yang dikembangkan Departemen Kehutanan RI, bekerjasama dengan Departement for International Development (DFID) dan Yayasan Kehati, yang berdurasi waktu tiga tahun (2008-2011) merupakan kelanjutan dari MFP I (2001-2006). Melalui program ini diharapkan para pihak yaitu pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan komunitas pebisnis, mampu : melembagakan jaminan sertifikasi kayu, mengatasi illegal loging, memperkuat mekanisme pengawasan publik dan resolusi konflik, mengembangkan pengelolaan hutan yang setara dan berkelanjutan, meningkatkan tata kelola korporasi sektor kehutanan dan mengembangkan inisiatif dukungan mitigasi perubahan iklim.

Tujuan tersebut diantaranya akan dicapai melalui kerjasama dan kemitraan dengan berbagai pihak yang mempunyai nilai, visi dan misi yang sama dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang baik dan lestari. Dalam kaitan itulah kami menantang dan mengundang para pihak di tingkat nasional dan daerah (lembaga pemerintah, lembaga penelitian, universitas, lembaga swadaya masyarakat, organisasi rakyat, asosiasi profesi, dll) untuk ikut memberikan andil dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Pada tingkat nasional: gagasan, inisiatif dan kerja-kerja diarahkan pada pemberian bantuan teknis untuk pengembangan kebijakan kehutanan nasional-regional, advokasi kebijakan tata kelola hutan yang baik dan resolusi konflik.

Pada tingkat daerah: gagasan, inisiatif dan kerja-kerja diarahkan pada penguatan multistakeholder forum, pengembangan ekonomi, advokasi kebijakan publik, dan penguatan organisasi masyarakat sipil.

Secara substantif gagasan, inisiatif dan kerja-kerja tersebut, dapat dikembangkan pada 6 (enam) isu penting dan strategis :

• Pelembagaan sistem jaminan legalitas kayu (Timber Legality Assurances System/(TLAS) sebagai instrumen tata kelola hutan yang baik dan lestari maupun sebagai instrumen perdagangan
• Pelembagaan mekanisme resolusi konflik dan penguatan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan
• Pengembangan praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pengelolaan dan tata kelola hutan yang makin akuntabel, termasuk advokasi transparansi anggaran, monitoring penerimaan dan belanja dari sektor kehutanan
• Perbaikan standar dan mekanisme monitoring untuk memperbaiki tata kelola perusahaan dan iklim investasi di sektor kehutanan
• Perbaikan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam memobilisasi sumberdaya dan terlibat dalam pengelolaan dan perbaikan tata kelola kehutanan
• Pengembangan instrumen dan kerangka kelembagaan yang mengaitkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (Community Based Forest Management) dengan pasar karbon

Jadwal penerimaan proposal adalah sebagai berikut :

Periode I: 18 Oktober - 28 Nopember 2008
Periode II: 18 Januari – 28 Pebruari 2009
Periode III: 18 April -28 Mei 2009
Periode IV : 18 Juli – 28 Agustus 2009
Khusus untuk organisasi masyarakat sipil, yang berada di wilayah Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Jawa dan Bali, informasi mengenai Call for Proposal dapat menghubungi Community Foundation (CFs) di daerah masing-masing.’

Informasi lebih lanjut lihat di website: mfp.or.id/dev/grant-scheme/call-for-proposal/

Sumber : mfp.or.id/

viernes, 27 de febrero de 2009

Mengejar Pelangi Emas : BENUA MARITIM INDONESIA LABORATORIUM ALAM TERBESAR UNTUK SAINS DAN TEKNOLOGI

Mengejar pelangi hanyalah suatu yang tak mungkin, yang akan berakhir dengan mimpi yang kosong. Tidak demikian dengan mengejar pelangi emas. Jika direncanakan dengan matang, dengan strategi yang jitu, ini akan berakhir dengan hujan emas. Inilah kemampuan kita dalam sains dan teknologi yang merupakan sumber yang tak akan habis-habisnya, yang akan mendorong bangsa ini ke arah kesejahteraan dan martabat. Kepemimpinan yang visioner sangat dibutuhkan untuk bisa mewujudkan “the mission sacré” atau misi suci itu, dengan memanfaatkan seluruh karakteristik unik dari Benua Maritim Indonesia (BMI), untuk mengembangkan kemampuan sains dan teknologi dalam satu generasi, agar kita menjadi sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Hal itu dapat dicapai melalui: pertama, mengembangkan sains dan teknologi yang memanfaatkan potensi sumber-sumber yang tersedia dengan cara yang cerdas, diikuti tahap kedua dengan mengembangkan sains dan teknologi untuk mewujudkan keunggulan, kemakmuran, dan martabat.
Dalam hubungan ini, cerita tentang seorang petani dan anaknya dapat mengingatkan kita tentang kearifan. Pada suatu hari, ada seorang petani yang telah hidup lama dari tanah pertaniannya yang subur. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang ingin diujudkannya menjadi seorang petani yang unggul dari tanah pertanian itu. Namun, putranya itu lebih tertarik untuk mencari “hujan emas” di negeri orang. Dia berkeliling dunia untuk mencari emas, tapi gagal. Akhirnya dia kembali pulang dan menemukan ayahnya masih setia menggarap tanah pertaniannya. Anak itu bercerita kepada ayahnya tentang keputus-asaan dan kegagalan yang dia alami, dan memohon nasihat. Maka petani itu bertanya kepada anaknya: “Menurutmu apa yang aku kerjakan sekarang”? Kemudian dia bercerita tentang kisah berikut pada anaknya.
“Saya mempunyai seorang kakek. Sebelum dia meninggal dia bercerita bahwa bertahun-tahun yang lalu beberapa orang perompak datang ke sini dan mengubur sebuah kotak penuh dengan bongkahan emas. Setelah beberapa waktu, para perompak itu pergi dan menghilang. Kakekku membeli tanah itu. Dia menggali sambil menggarap tanah tersebut untuk kehidupannya. Sejak itu dia terus menggali dan menggali (untuk mencari emas juga) dan menggarapnya. Tanah itu tanah yang subur, yang memberikannya keberuntungan. Jadi dia mengajak anaknya untuk terus menggali, karena tinggal sedikit saja tanah yang belum tergarap. Dia yakin akhirnya mereka akan menemukan emas yang dicari itu. Dia berkata, dia melihat para perompak mengubur kotak pandora itu di suatu tempat”.
Anaknya terus menggali sambil membantu ayahnya menggarap tanah pertanian tersebut. Mereka berhasil dan menjadi makmur dari bercocok tanam. Ayahnya meninggal tidak lama setelah itu, meninggalkan pada anaknya pertanian yang subur sehingga menjadi sejahtera. Pada suatu sore menjelang matahari terbenam, dia duduk di atas bukit sambil memandang ke bawah ke tanah pertaniannya yang kaya, subur, dan membentang luas. Tiba-tiba dia jatuh berlutut, mencium tanah dan menangis. “Bagaimana aku begitu buta. Bongkahan itu ada di sana, di depan mataku”.
Moral cerita ini sangat sederhana. Benua Maritim Indonesia adalah Taman Ilahi. Garap dan manfaatkan dengan bijak. Seluruh rahasia ilmiah yang tersembunyi dibalik gelombang dan gunung-gunung adalah bongkahan emas itu. Ini adalah sumber yang tak akan pernah habis-habisnya: pengetahuan!
Apa yang dapat kita simpulkan dari semua ini? Tentu Indonesia harus meng-eksplorasi sumber-sumber alamnya. Tetapi harus dikelola dengan arif agar berkesinambungan. Ada hal lain yang tersembunyi di belakang sumber-sumber itu, yang lebih bernilai dari apapun, yakni harta karun ilmiah. Benua Maritim Indonesia adalah laboratorium alami terbesar dan paling beraneka ragam di permukaan bumi ini. Ini adalah surga bagi ilmuwan kebumian, ilmu hayati, kelautan, budaya, dan surga bagi teknologi kelautan. Semua itu tersedia di halaman rumah kita. Tuhan telah memberikan itu untuk kita. Kita harus mulai menggarapnya sehingga Indonesia dapat menjadi pusat ilmu pengetahuan alam dan pusat studi kelautan dan teknologi kelautan yang terbaik di dunia. Kalau kita tidak dapat melakukannya, itu merupakan dosa atas karunia yang begitu besar dari Tuhan.

Ditulis oleh Mudaham T. Zen

lunes, 23 de febrero de 2009

Asep Samudra Hijaukan Pesisir Cianjur

Cianjur - Ketika ratusan bangunan di Teluk Palabuhan Ratu dan pesisir selatan Sukabumi rusak akibat hantaman gelombang besar, Mei 2007, permukiman penduduk di pesisir selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tetap aman kendati gelombang yang sama besarnya juga menghantam wilayah itu.

Gumuk pasir yang terbentuk di sempadan pantai telah menyelamatkan penduduk dari dampak hantaman gelombang besar.

Kendati telah menyelamatkan penduduk, gumuk pasir yang membentang sepanjang 63,1 kilometer dari Kecamatan Cidaun di sebelah timur dan Kecamatan Bojongterong di barat tetap dibiarkan telantar.

Ancaman pengikisan gumuk oleh aliran sungai dan gerusan air laut tak ada yang memedulikan. Gumuk pasir itu hanya ditumbuhi semak belukar dan tanaman perdu.

Melihat keadaan tersebut, Asep Samudra (39) tergerak untuk menanami gumuk pasir dan sempadan pantai di pesisir selatan Cianjur. Juli 2008, Asep memulai menanami gumuk pasir dan sempadan pantai itu, mulai dari Kecamatan Sindangbarang yang berada di tengah-tengah garis pantai menuju ke arah Cidaun.

”Awalnya banyak orang yang berpikir saya kurang kerjaan sehingga mencari-cari pekerjaan. Untuk apa menanami lahan pantai, buang-buang uang saja,” katanya.

Namun, Asep tak patah arang oleh cibiran orang terkait upayanya menanami gumuk pasir tersebut. Dia terus menanami lahan telantar itu sampai sepanjang 15 kilometer dari tempatnya semula.

Jarak antara pohon 5 meter hingga 10 meter. Di ruas tertentu, penanaman dilakukan hingga dua baris karena lebarnya gumuk pasir. Jumlah pohon yang sudah ditanam tak kurang dari 2.000 batang, yang dibeli Asep dari pusat pembibitan.

Menjaga gumuk

Ketika ditanya berapa uang yang sudah dikeluarkannya untuk penanaman kawasan pesisir itu, Asep enggan mengungkapkannya. ”Tak perlu disebutkan nilai uangnya. Saya hanya ingin melihat pesisir selatan Cianjur hijau yang berarti sekaligus menjaga gumuk pasir yang telah menyelamatkan kami,” ujar Asep yang adalah warga asli Cidaun.

Asep kemudian berbagi pengalaman kenapa dia memilih pohon ketapang untuk menghijaukan pantai. ”Dulu pernah ada gerakan reboisasi oleh pemerintah dengan menggunakan tanaman bakau, tetapi gagal karena lahannya kering. Ternyata bakau hanya cocok untuk rawa pantai,” kata Asep.

Belajar dari kegagalan reboisasi pemerintah itu, Asep kemudian mulai mencari tahu apa tanaman yang paling cocok untuk gumuk pasir yang berkarakter lahan kering.

Dia kemudian menemukan pohon-pohon ketapang yang tumbuh kokoh di suatu kawasan pantai di Jabar. Dari hasil penelitiannya, pohon ketapang memang yang paling cocok di lahan pasir kering. Pohon ketapang bisa tumbuh rimbun dan memiliki perakaran sangat kuat sehingga mampu menahan erosi di muara sungai dan abrasi di sempadan pantai.

”Saya tidak pernah berpikir muluk-muluk, hanya punya keinginan untuk menyelamatkan gumuk pasir dan membuat pesisir selatan teduh. Siapa tahu, potensi keindahan panorama akan dilirik setelah pesisir teduh. Ini yang saya pikir bisa saya lakukan untuk generasi setelah saya,” ungkap Asep.

Berselang tiga bulan sejak memulai penanaman, pohon ketapang di Sindangbarang sudah setinggi orang dewasa. Keberadaan tanaman berdaun lebar itu juga makin menonjol dibandingkan dengan belukar dan tumbuhan perdu lainnya.

Pasir besi

Hal itu cukup memberi jawaban bagi banyak orang yang mencibir upaya Asep. Sebagian warga pesisir mulai bersimpati dengan gerakan yang dipelopori oleh Asep. Apalagi, pada saat yang bersamaan sebagian warga sedang dihinggapi demam penggalian pasir besi di lahan pantai.

Mereka menampung pasir besi yang terbawa ombak meskipun tidak menggali gumuk pasir. Namun, jika tak diawasi, bisa-bisa gumuk pasir juga menjadi sasaran. Untuk itu, Asep yang mulai mendapat dukungan dari nelayan dan banyak warga itu juga mendekati para penambang untuk memberi penjelasan soal pentingnya menjaga lingkungan.

”Mereka mengerti dan bahkan bersedia menyisihkan Rp 1.000 per meter kubik pasir besi yang mereka peroleh untuk mendukung gerakan penanaman lahan pantai. Sempadan pantai yang sudah ditanami menjadi tanggung jawab para penambang. Jika pohon sampai mati, mereka bersedia tidak melakukan penambangan selama tiga bulan,” kata Asep.

Selama ini, para penambang memang belum memperoleh hasil kajian yang menyatakan bahwa kegiatan para penambang itu bisa merusak lingkungan. ”Kalau memang sudah ada kajian, mereka bersedia berhenti,” kata Asep.

Setelah berhasil menggulirkan gerakan penghijauan pesisir selatan Cianjur, Asep berani memasang target untuk bisa mengajak lebih banyak orang lagi sehingga pesisir pantai selatan Cianjur sepanjang 63,1 kilometer seluruhnya bisa dihijaukan.

Sumber : sains.kompas.com

miércoles, 18 de febrero de 2009

Mengenal Badak di Gramedia Bogor

Bogor-Tak seperti biasanya, ruangan Toko Buku Gramedia di Botani Square, Bogor beralaskan karpet merah. Bukan untuk penyambutan bintang film. Karpet merah tadi untuk alas duduk tamu-tamu cilik peserta “Dongeng dan Talk Show Tentang Badak.”

Sayangnya, hingga jam 10.30 siang, 100 orang tamu-tamu cilik dari SD Regina Pacis yang ditunggu-tunggu, tak muncul. Forum Badak Indonesia selaku panitia acara berhasil menjaring anak-anak kecil pengunjung Gramedia untuk bergabung duduk di karpet merah.

Diantara keramaian pengunjung Gramedia, tangal 15 Februari 2009 lalu, Liana dan Lukman membuka acara dengan mengajak bermain “Hallo – Hai”. Tak lama bermain, peserta diajak menonton slide tentang keanekaragaman badak yang ada di dunia.

Selain Badak Jawa dan Badak Sumatra yang hidup di Indonesia, di dunia masih ada Badak India, juga Badak Hitam dan Badak Putih di Afrika. Koen Setiawan, penulis buku badak, sambil memegang patung kayu badak menjelaskan seputar kehidupan badak serta struktur kulit badak pada peserta.

Ternyata, dari kelima jenis badak yang ada di dunia, Badak Sumatralah yang memiliki rambut paling gondrong diantara kulitnya. Badak senang berkubang di lumpur menjadikan kulit tebalnya dingin. Selain itu, kulit tebalnya cukup sensitif terhadap gigitan serangga. Maka lumpur yang menebal, bisa menahan gigitan serangga.

Saat ini, populasi Badak Sumatra tinggal 200 ekor saja. Sedangkan Badak jawab hanya tinggal di Taman Nasional Ujung Kulon dan Vietnam. Menurut Koen, tidak ada satu pun kebun binatang di Indonesia yang memiliki Badak Jawa. Taman Safari pun hanya memiliki Badak Putih yang berasal dari Afrika.

Koen juga menjelaskan, tentang cula badak yang banyak dipergunakan untuk obat karena berkhasiat tinggi. Bahkan di Afrika, cula badaknya digunakan untuk sarung pisau, karena lebih padat.

Relawan Forum Badak Indonesia juga mengajak anak-anak bermain. Mulai dari menebak gambar di layar, hingga mengumpulkan ciri-ciri Badak Jawa dan Badak Sumatra. Permainan ini diikuti dua kelompok, dengan menempelkan ciri-ciri badak yang tertulis di kertas karton ke papan tulis. Pemenang permainan ini, mendapat hadiah dari Gramedia dan Yayasan Badak Indonesia, berupa alat tulis dan stiker.

Selain anak-anak, orangtua pun diajak bermain. Sayangnya, tak banyak yang berpartisipasi, hanya seorang ibu yang kebetulan masih betah duduk di karpet, menyanggupi permintaan panitia.

Sebelum semuanya beranjak meninggalkan karpet merah, peserta bersama-sama menonton film berjudul “Penyelamatan Rosa di Bukit Barisan”.

viernes, 13 de febrero de 2009

Kapan Mendaki Gunung Gede-Pangrango?

Bogor-Sudah pernah mendaki Gunung Gede Pangrango? Banyak pendaki gunung berbondong-bondong ke sana. Saya sendiri belum pernah mendakinya. Terlalu melelahkan kalau harus mendaki gunung. Sekali-kalinya menginjakkan kaki di Gunung Gede Pangrango itu lima tahun yang lalu. Hanya sampai Danau Telaga Biru saja. Terletak pada ketinggian 1.575 meter dpl. Jaraknya sekitar satu setengah kilo dari pintu masuk Cibodas.

Luas Danau Telaga Biru sekitar 500 meter persegi dan permukaan airnya rata-rata dua meter dan berwarna biru. Awalnya, danau ini merupakan tempat penampungan air, karena proses alami yang berlangsung lama, membuat danau ini terbentuk secara alami pula.

Keanekaragaman hayati

Tak hanya Danau Telaga Biru yang menarik untuk dikunjungi dan berguru pada alam di Gede Pangrango. Bayangkan! Gede Pangrango kaya dengan berbagai jenis tumbuhan. Lebih dari 1.500 jenis tumbuhan berbunga tumbuhan di sana, 400 jenis paku-pakuan dan lebih dari120 jenis lumut. Bahkan 300 jenis diantaranya dapat digunakan sebagai bahan obat.

Potensi lainya di Gede Pangrango, ada 300 jenis insekta, 75 jenis reptilia, 20 jenis amphibi dan lebih dari 110 jenis mamalia yang hidup di sana.

Awal abad ke-19 F.W. Junghun (1839-1861) salah seorang yang pertama kali mendaki Gunung pada abad itu, melaporkan di kawasan Gede Pangrango banyak populasi badak, harimau jawa, banteng dan rusa. Dan daerah Kandang Badak merupakan bukti bahwa pada jaman itu, daerah ini merupakan konsentrasi populasi badak. Perburuan satwa saat itu sangat popular dan menyebakan punahnya badak di Gede Pangrango. Populasi jenis satwa lain pun ikut berkurang

Taman Nasional Gede Pangrango juga menjadi habitat sekitar 260 jenis burung, atau sekitar 53 % dari jenis burung yang ada di Pulau Jawa. Terdiri dari 20 jenis burung endemik Pulau Jawa (termasuk Bali), 58 jenis burung dilindungi. Dimana tiga jenis burung berstatus endemic itu antara lain Elang jawa (Spizaetus bartelsi), Celepuk gunung (Otus angelinae) dan Cerecet (Psaltria exilis).

Selain itu ada empat jenis primata antara lain Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comate), Lutung (Trachypithecus auratus) dan Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang bisa ditemui. Owa jawa satu diantara dua primata yang endemik. Persebarannya masih ditemukan di Cibodas, Bodogol dan daerah bagian selatan taman nasional.

Satu lagi adalah Surili, statusnya terancam punah di alam, tapi masih bias dijumpai dalam kawasan hutan pegunungan bawah dan di sekitar air terjun Cibeureum (Cibodas), Cisarua dan Bodogol.

Untuk mamalia ada Macam tutul (Panthera tigris) diperkirakan jumlah sekitar 20-40 ekor. Macan tutul juga statusnya terancam punah dan dilindungi. Ada lagi Kucing hutan (Felis bengalensis) pada malam hari dapat dijumpai di hutan, juga dilindungi. Sedangkan Musang (Family viverridae) jenis yang sangat sukar ditemui di hutan. Juga Ajag (Cuon alpines) statusnya rawan dan dilindungi.

Beberapa mamalia yang dapat dijumpai di taman nasional ada Berang-berang, Sigung/Teledu, Trenggilingm Kancil, Mencek, Tando, Tupai, Bajing, Tikus babi, Kelelawar, Landak jawa dan Babi hutan.

Sedangkan amfibi dan reptile dari 20 jenis yang ada, tiga antaranya sudah jarang ditemui, yaitu Kodok bertanduk, Katak asia dan Katak titik merah. Sedangkan reptil yang hidup di dalam kawasan ada Bunglon jambul hijau, Bunglon dan Bengkarung. Ketiga jenis ini sering ditemukan di daerah terbuka, yang terkena sinar matahari seperti sekitar Cibeureum.

Iklim di Taman Nasional

Selain kaya dengan keanekaragaman hayatinya, kawasan yang terletak di antara Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi ini merupakan kawasan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan di Pulau Jawa. Tak heran, taman nasional ini mempunyai arti penting bagi konservasi di Indonesia.

Selain itu, Gunung Gede adalah satu dari 35 gunung berapi aktif di Indonesia, sedangkan Gunung Pangrango telah dinyatakan mati. Kedua gunung tersebut bagian dari rangkaian gunung ebrapi yang membujur dari Sumatra, Jawa dan usa Tenggara yang terbentuk akibat pergerakan kulit bumi secara terus menerus selama periode kegiatan geologi yang tidak stabil.

Tentunya harus diperhatikan pula iklim dan curah hujan di Gunung Gede Pangrango pada saat akan mendaki. Curah hujan yang tinggi, rata-rata pada tiap tahun 3.000-4.200 milimeter, menjadikan taman nasional ini sebagai daerah terbasah di Pulau Jawa.

Angin yang bertiup, adalah angin muson yang berubah arah menurut musim. Pada musim hujan, angin bertiup dari arah Barat Daya dengan kencang, sehingga sering mengakibatkan tumbangnya pepohonan yang mengakibatkan kerusakan hutan. Di musim kemarau, angin bertiup dari arah Timur Laut dengan kecepatan rendah.

Bagaimana Menuju ke Gede Pangrango

Dengan menggunakan mobil atau motor bisa melalui beberapa lokasi pintu masuk. Antara lain:

• Pintu masukCibodas (masuk ke dalam wilayah Kabupaten Cianjur), adalah pintu utama dan terletak di dekat kantor taman nasional, dari Jakarta dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam (+ 100 kilometer), melalu jalur Jakarta-Bogor_puncak-Cibodas. Dari Bandung melalui jalur Bandung-Canjur-Cipanas-Cibodas dengan jarak tempuh + 85 kilometer, sekitar dua jam lamanya.

• Pintu masuk Gunung Putri (masuk ke dalam wilayah Kabupaten Cianjur_ berdekatan dengan Cibodas + 10 kilometer, dapat dicapai melalui Cipanas Pacet.

• Pintu masuk Selabintana dan Situ Gunung (masuk wilayah Kabupaten Sukabumi). Dari Jakarta bisa melalui Jakarta-Bogor-Sukabumi-Selabintana/Situ Gunung, dengan jarak tempuh + 110 kilometer atau sekitar 3,5 jam perjalanan. Atau jalur Bandung-Cianjur-Sukabumi-Selabintana/Situ Gunungm dengan jarak tempuh + 90 kilometer atau tiga jam perjalanan.

• Pintu masuk Bodogol, masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor. Dapat ditempuh dari jalan raya Bogor-Sukabumi di Desa Tenjoayu, dengan jarak tempuh + 10 kilometer.

• Pintu masuk Cisarua, masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor, bisa ditempuh dar tepi jalan raya Bogor-Puncak melalu Desa Citeko, jarak tempuh + 6 kilometer.

Lokasi Menarik di Taman Nasional Gede Pangrango

1. Telaga Biru, danau berukuran 150 meter persegi ini terletak tak jauh dari pintu masuk. Berjarak 1, 5 kilometer saja. Danaunya selalu tampak biru karena terdapat ganggang biru di dalamnya. Dan bila terkena sinar matahari permukaan air di danau tampak biru kehijauan yang menakjubkan.

2. Air Terjun Cibeureum, dengan tinggi 50 meter. Jaraknya 2,5 kilometer dari pintu masuk. Tempat yang paling sering dikunjungai pengunjung taman nasional. Di sekitar air terjun Cibeureum ada lumut berwarna merah dan endemic di Jawa Barat.

3. Air Panas, dapat ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan dari Cibodas atau 5,3 kilometer.

4. Kandang Batu dan Kandang Badak. Sebagai tempat berkemah dan lokasi pengamatan tumbuhan dan satwa. Kandang Batu berada pada ketinggian 2.22o mdpl dengan jarak 5,6 atau 2,5 jam lamanya perjalanan kaki. Sedangakan Kandang Badak berajrak 7,8 kilometer atau 3,5 jam lamanya perjalanan kaki dari pintu masuk Cibodas.

5. Puncak dan Kawah Gunung Gede. Saat mencapai puncak Gunung Gede, biasanya pengunjung menyempatkan diri menikmati matahari terbit. Bila cuaca cerah pengunjung juga dapat melihat hamparan kota Cianjur, Sukabumi dan Bogor dari kejauhan. Lokasi kawah berada pada ketinggian 2.958 mdpl dengan jarak 9.7 kilometer atau lima jam perjalanan dari Cibodas. Pengunjung juga dapat mengamati batuan vulkanik dan tumbuhan khas lainnya.

6. Alun-alun Suryakencana. Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga Edelweis. Tempat yang menakjubkan dan cantik. Berada pada ketinggian 2.750 mdpl. Jarak yang harus ditempuh 11,8 kilometer atau enam jam perjalanan kaki dari Cibodas.

7. Gunung Putri dan Selabintana. Sebagai camping ground yang dapat menampung 100-150 pengunjung.

Jadi, kalau ingin berkunjung ke lokas-lokasi wisata yang ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atau mendakinya, sebaiknya pada bulan Maret – September. Saat itulah waktu yang tepat, karena curah hujan relatif rendah.

Untuk informasi selanjutnya. Silahkan menghubungi :

Kantor Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Jl. Raya Cibodas, P.O Box 3 Sdl.

Cipanas 43253 – Cianjur

Jawa Barat

Telpon : 0263 – 512 776

Fax : 0263 – 519 415

Email : tngp@cianjurwasantara.net.id

Sumber : Buku Informasi 50 Taman Nasional di Indonesia – Dep. Kehutanan.

jueves, 12 de febrero de 2009

Potensi Moluska Indonesia Belum Digarap

BOGOR-Potensi keragaman dan berlimpahnya moluska di Indonesia saat ini belum dilihat sebagai produk hasil laut yang bernilai ekonomis tinggi. Akibatnya, importir luar negeri yang menikmati keuntungan dari perdagangannya. Dan, tidak ada yang bertanggungjawab atas kerusakan habitat moluska yang terjadi akibat penangkapannya.

"Potensi nilai ekonomis moluska (keong laut) puluhan triliun rupiah per tahun. Sebab, setiap jengkal garis pantai dihuni moluska, yang populasinya bisa dihitung," kata Fredinan Yulianda, peneliti moluska dari Institut Pertanian Bogor, di sela seminar nasional "Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi" di IICC Bogor, Rabu (11/2).

Menurut dia, moluska bisa diambil dagingnya atau cangkangnya. Seminar dan pameran produk moluska itu sendiri berlangusng sampai Kamis besok.

Yulianda, yang juga ketua panitia pelaksana seminar ini, mengatakan, berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, ekspor produk moluska pada tahun 2007 mencapai Rp 26 triliun. Ini mengalami kenaikan yang cukup besar dibanding tahun sebelumnya (2006) Rp 21 triliun.

"Angka ekspor moluska sesungguhnya jauh lebih besar, sebab yang terdata itu produk daging moluska. Padahal, cangkan moluska pun banyak diekspor," katanya.

Dosen di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, itu mengungkapkan, pembeli moluska dari luar negeri, seperti Thailand, Korea, Jepang, datang dan membeli langsung ke nelayan. Begitu juga dengan eksportir, langs ung mendatangi nelayan di lokasi-lokasi penangkapan ikan. Mereka membeli murah moluska tangkapan nelayan.

Misalnya saja keong macan yang hidup di kedalaman antara 10-20 meter dibeli dari nelayan penangkapnya hanya satu dollar AS per kilogram. Di Thailand, moluska ini dijual dengan harga 10 dollar per kilogram. "Jadi, keuntungan sangat besar jatuh ke penerima moluska itu di luar negeri,: katanya.

Ia mengaku prihatin, karena kelestarian habitat dan keberlanjutan hidup moluska di sini justru tidak ada yang bertanggung jawab. Sebab, moluska yang diperdagangkan itu adalah hasil tangkapan langsung dari laut, bukan hasil budidaya.

Dalam praktiknya, nelayan menjaring moluska di lokasi-lokasi tertentu sampai di lokasi itu tidak ada produksinya lagi. Setelah itu, mereka akan mencari lokasi baru di mana moluska masih banyak di dapat. Dengan demikian, penangkapan moluska tanpa terkendali itu berpotensi merusak lingkungan bawah laut.

Berkaitan dengan itu, lanjut Fredinan Yulianda, semua pihak yang peduli dengan potensi moluska ini membuat seminar dua hari, yang hasilnya akan dipublikasikan dan diserahkan ke instansi terkait, termasuk pemerintahan daerah.

Harapannya, moluska menjadi perhatian semua pihak, sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Karena peluang bisnisnya sangat besar, keberlanjutan hidup moluska harus terjaga. "Dengan demikian, konservasi habitat moluska juga akan menjadi perhatian semua pihak juga," katanya.

Sumber : KOMPAS

Link: sains.kompas.com/read/xml/2009/02/11/21390888/potensi.moluska

miércoles, 11 de febrero de 2009

Cagar Alam Hong Kong Ditutup

HONGKONG - Sebuah suaka burung di Hong Kong ditutup selama tiga pekan setelah seekor burung heron abu-abu yang mati terindikasi positif terkena virus flu burung H5. Jumat lalu, Departemen Pertanian, Perikanan, dan Konservasi mengatakan tes lebih lanjut akan memastikan apakah virus itu adalah strain dari H5N1 yang mematikan.

Cagar alam Mai Po akan ditutup bagi pengunjung sebagai langkah pencegahan. "Kami akan memantau situasinya dengan ketat dan meninjau ulang periode penutupan jika diperlukan," kata juru bicara departemen tersebut.

Cagar alam Mai Po berlokasi di ujung barat laut Hong Kong dan dikenal sebagai tempat perlindungan bagi burung migran selama puluhan tahun. Pihak departemen itu mengatakan mereka telah memeriksa sebuah peternakan ayam di dekat cagar alam tersebut, tapi tidak menemukan kematian tak wajar atau gejala flu burung.

Bangkai seekor burung dan seekor ayam yang ditemukan di dua lokasi berbeda di kota itu pada dua hari yang lalu juga mengandung virus H5 dan akan diuji lebih lanjut. Menurut pihak departemen itu, sebelum kejadian tersebut mereka telah menemukan strain H5N1 pada empat burung mati lainnya yang dikumpulkan dari Kepulauan Lantau sejak 29 Januari.

Menurut data di Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, sekitar 250 orang meninggal dunia karena terserang flu burung sejak 2003. Para korban umumnya mengadakan kontak dengan unggas yang sakit. Para ilmuwan khawatir virus itu pada suatu hari nanti bermutasi menjadi bentuk yang dapat menyebar dengan cepat di antara manusia dan memicu pandemi.

Pada Desember lalu, pejabat Hong Kong menemukan H5N1 pada seekor ayam di sebuah peternakan. Penemuan itu diikuti pembantaian lebih dari 90.000 ayam. Hong Kong adalah lokasi pertama di dunia yang mengalami wabah flu burung manusia, yakni pada 1997, yang menewaskan enam orang. AFP

Sumber:Koran Tempo

Sel Surya Sayap Kupu-kupu

Shanghai-Sayap kupu-kupu tak hanya menginspirasi para seniman yang memuja keindahan corak dan warnanya. Penemuan bahwa sayap kupu-kupu memiliki sisik-sisik yang bertindak sebagai pengumpul tenaga surya kecil juga membuat sejumlah ilmuwan Jepang dan Cina berusaha mendesain sel surya yang jauh lebih efisien.

Dalam studi tersebut, Di Zhang, ilmuwan dari State Key Lab of Metal Matrix Composites Shanghai Jiao Tong University, Shanghai, Cina, bersama timnya mencatat bahwa saat ini para ilmuwan mencari material baru untuk menyempurnakan pengumpulan cahaya semaksimal mungkin dalam sel surya dye-sensitized yang dikenal dengan nama Sel Grätzel, sesuai dengan nama penemunya, Michael Grätzel. Sel ini memiliki efisiensi pengubah cahaya tertinggi di antara sel surya lainnya, setinggi 10 persen.

Perhatian para ilmuwan untuk menemukan material tersebut kini beralih pada sisik-sisik surya mikroskopis pada sayap kupu-kupu. Mereka menggunakan sayap alami kupu-kupu sebagai sebuah cetakan dan membuat salinan kolektor surya dan memindahkan struktur pemanen cahaya tersebut pada sel Grätzel.

Analisis penyerapan spektrum cahaya di bawah panjang gelombang cahaya yang dapat dilihat mengindikasikan bahwa efisiensi pemanenan cahaya fotoanoda pada film struktur sayap kupu-kupu itu lebih tinggi dibandingkan fotoanoda titania normal tanpa biotemplate. "Ini terjadi karena mikrostruktur spesial dan efisiensi sel surya secara keseluruhan dapat ditingkatkan," kata Di Zhang.

Tes laboratorium memperlihatkan bahwa kolektor surya pada sayap kupu-kupu menyerap cahaya jauh lebih efisien daripada sel surya dye-sensitized konvensional. "Proses fabrikasi ini jauh lebih sederhana dan cepat daripada metode lainnya dan dapat digunakan untuk membuat peralatan bernilai komersial lainnya," Di Zhang menjelaskan.

Sumber: SCIENCEDAILY/Koran Tempo

lunes, 9 de febrero de 2009

Air Quality Dialog

In cooperation among
Ministry of Environment, KPBB,
CAI- Asia Center and Swisscontact Indonesia,
we invite you to participate on
Air Quality Dialog:
Steps Forward on Air Quality
and Sustainable Transport Agenda
Tuesday, February 10th, 2009
12.00 – 15.30
Meeting Room-KPBB, 3rd Floor Ranuza Building,
Jalan Timor # 10 Menteng, Jakarta
RSVP: Nurul, Agung, 021 3190 6807

AGENDA
12.00 – 13.00 Welcome and Lunch

13.00 – 13.15 Opening and Introduction

13.15 – 14.15 Sharing Status of Air Quality and Its Programme:

• Air Quality in Asian Cities by CAI -Asia Center;

Environmentally Sustainable Transport by Ministry of Environment and Ministry of Transport;

Air Quality in Indonesia by EMC; Fuels Quality by Pertamina;

Implementation of Vehicle Standard by Gaikindo;

Clean Air for the Smaller Cities by GTZ; Sulfur Reduction;

• Others Stake Holder.

14.15 – 15.15 Discussion

15.15 – 15.30 Recommendation and Closing

Talk Show Buku Badak

Bogor - Forum Badak Indonesia dan Yayasan Badak Indonesia akan mengadakan "Talk Show Buku Badak". Seri buku Binatang Langka Indonesia yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo terdiri dari Seri Orangutan, Harimau dan Penyu. Pada tanggal 15 - 18 Februari 2009 nanti, YABI memprakarsai kegiatan pengenalan badak di Toko Buku Gramedia Botani Square. Acaranya dimulai sejak jam 9.00 - 11.00 siang. Acara ini akan diramaikan dengan story telling, game dan pemutaran film dokumentasi badak.

Jadi, jangan lewatkan acara menarik ini. Selama Anda berada di Botani Square, sempatkan mampir ke Toko Buku Gramedia di lantai dasar. Talk show ini bisa menambah wawasan anak-anak Anda tentang satwa langka seperti Badak yang dilindungi dan langka di habitatnya.

Info lebih lanjut silahkan hubungi : Koen Setyawan Penulis buku Seri Binatang Langka Indonesia

viernes, 6 de febrero de 2009

Sensus Burung Air dan Wetlands Day 2009

Jakarta - Sudah lama tidak mengamati burung dan bermain ke Suaka Margasatwa Muara Angke . Tak kusia-siakan ajakan dari Ferry Hasudungan yang bekerja di Wetlands International untuk ikutan sensus burung air di SM.Muara Angke. Dan berangkatlah Sabtu tanggal 31 Januari lalu. Sekaligus memperingati Wetlands Day yang jatuh pada tanggal 2 Februari.

Di tengah rintik gerimis dan awan mendung. Aku dan Ferry dari Bogor naik bis ke Cawang, dan melanjutkan dengan P6 arah Grogol. Sesampaikanya di Grogol, kami nain angkot warna merah No. 01 jurusan Grogol – Angke, ongkosnya Rp. 3000,- per orang.

Berhenti di Depan Pizza Hut Angke, kami langsung menuju pintu gerbang perumahan Pantai Indah Kapuk. Sempat berhenti sekitar lima menit di jembatan Angke, melihat keruhnya Kali Angke dan sampah-sampah plastik yang mengambang. Ada yang menarik, dari semak belukar, ada yang bergoyang-goyang. Ternyata, seekor burung berwarna abu-abu, kecil. Sepertinya Merbah cerukcuk.

Kami tak berlama-lama di jembatan Angke. Masih sekitar 500 meter lagi menuju pintu masuk SM.Muara Angke. Berjalan menyusuri trotoar yang becek dan bertanah merah, Menepi di antara rumput-rumput yang berembun. Besaing dengan kendaraan yang kencang melintas di jalanan.

“ Jakarta Green Monster Present : Water Bird Cencus 2009” tertulis di banner, tepat di pintu masuk SM.Muara Angke. Di depan Pos Muara Angke, di teras aula pertemuan, sudah menunggu panitia Bird Cencus, dan Ady Kristanto staf FFI yang mengkoordinir kegiatan.

Jam menunjukkan 08.25. Peserta baru diberangkatkan menuju titik pengamatan. Ada yang menyusuri Kali Angke, dengan perahu karet. Terus kelompok lain meuju Hutan Lindung Angke. Aku dan Ferry dapat jatah pengamatan di Muara Angke, menyusuri board walk, papan jalur pengamatan sepanjang 800 meter. Wow! Ini pertama kalinya aku menyusuri board walk. Terakhir datang ke Muara Angke, papannya sudah pada hancur. Takut terjerembab.

Selain papan pijakan, di SM. Angke sudah ada bird hide yaitu tempat bersembunyi saat mengamati burung. Tapi sangat jauh berbeda dengan yang pernah kulihat di Cagar Alam Titchwell, Inggris. Berbentuk bangunan kayu, hanya muat untuk beberapa orang saja. Dengan satu pintu dan lubang pengamatan, seperti di loket stasiun kereta api, cukup untuk menyimpan binokuler saja.Betul-betul tersembunyi, dan burungnya tidak terganggu oleh manusia yang mengamati. Dindingnya ditempel poster, gambar-gambar burung yang bisa diamati di sekitar danau di Titchwell. Memudahkan pengamat amatir, seperti saya.

Bird hide yang ada di Muara Angke, banyak digunakan untuk tempat beristirahat. Kisi-kisi dindingnya terlalu lebar. Luas ruangannya bisa memuat 20 orang. Siapa saja bisa lalu lalang mengganggu pengamatan burung. Tidak ada privasi. Bisa jadi, burungnya bisa melihat ke arah manusia.

Kurang lebih 1,5 jam menyusuri Board Walk. Sekitar 20 jenis burung air yang dijumpai dan dicatat peserta. Ada Pecuk padi hitam, Pecuk padi kecil, Pecuk padi asia, Bambangan merah, Bambangan hitam, Blekok sawah, Kokokan laut, Kowak malam kelabu, Kuntul besar, Kuntul kerbau, Kuntul kecil, Cangak abu, Cangak merah, Cangak laut, Itik benjut, Tikusan alis putih, Kareo padi, Mandar batu, Trinil pantai, Dara laut sp. Kami juga sempat di cegat gerombolan Monyet ekor panjang di antara daun Nipah. Ngeri deh! Ada monyet yang menyeringai, memperlihatkan giginya, merasa terancam.

Tepat jam 11.30 peserta melaporkan hasil pengamatannya di aula pertemuan. Peserta sensus burung air ini mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Nasional, Universitas Islam Negeri, Universitas Negeri Jakarta dan Universitas As-syafi’iyah.

Nah! Ada yang mau mengamati dan ikut kegiatan di SM.Muara Angke selama Februari ini? Ajak pasangan Anda ke Muara Angke, sebagai wujud kecintaan pada lingkungan dan Muara Angke, lahan basah yang terisisa di utara Jakarta. Tanggal 14 Februari 2009, ada bersih sampah di sana. Temanya “From Angke With Love” . Berminat membantu menjadi panitia atau mendaftar sebagai peserta? Silahkan hubungi Ichay, HP : 02194425951, email : cartenzians@yahoo.co.id

martes, 3 de febrero de 2009

TINGKAH LAKU BURUNG KASUARI

<Ditulis oleh Abdul Bari Ts, 1979>


Burung Kasuari tergolong dalam ordo Casuariiformes. Ordo ini terdiri dari dua famili, yaitu famili casuaridae dan dromidae. Di Indonesia hanya ditemukan famili casuaridae, yang terdiri dari tiga species : Casuarius casuarius, Casuarius benneti dan Casuarius unafendiculatus.

Ciri-ciri umum famili casuaridae a.l.:

Tubuh besar berbentuk pasak, tinggi bisa mencapai 150 cm.
Kakinya kokoh untuk berjalan dan berlari
Leher panjang, kokoh dan paruh besar – kuat
Tidak dapat terbang karena sayap degenerasi dengan bulu yang tidak sempurna dan terlepas.
Jari kaki 3 buah menghadap kedepan dengan kuku tajam.
Sulit dibedakan jantan- betinanya.

Di Indonesia burung ini ditemukan diIndonesia bagian Timur: Irian Jaya, Maluku (seram dan kepulauan aru). Jenis Casuarius casuarius telah dilindungi, namun kasuari telah jadi satwa buruan untuk dimakan dagingnya. Telurnya di Maluku menjadi bahan ukiran setelah isinya dibuang melalui lubang sebesar jarum. Kini kasuari sudah sulit ditemukan.

Tulisan ini dibuat semata-mata hasil pandangan sekilas atas beberapa tingkah laku kasuari (tanpa mengetahui jenisnya) ditambah keterangan penduduk setempat sewaktu penulis bertugas di Irian Jaya sebagai pegawai pada Dinas Kehutanan Irian jaya, pada waktu turni dihutan a.l. di Pegunungan Siduarsi, kecamatan Tor Atas kabupaten Jayapura, dan terhadap kasuari sitaan hasil peliharaan yang diliarkan kembali.


Tingkah laku makan

Tingkah laku makan merupakan bagian yang terpenting bagi kehidupan satwa. Makanan yang disuakai kasuari adalah buah-buahan, insekta dan terkadang juga makan batu-batuan kecil (menurut penduduk).

Sebagaimana jenis-jenis burung lain kausari menangkap mangsanya dengan mematuk dan mengejar-ngejarnya bila insekta terbang. Belum diketahui apakah kasuari makan cacing atau tidak. Belum pernah kasuari mengais tanah.

Buah-bauhan berkulit tebal seperti jambu-jambuan, kenari relative lebih mudah dimakannya. Buah yang tergeletak di tanah dipatuknya, buah yang telah terjepit satu atau dua kali kepalanya dihentak-julurkan sambil ditengadahkan dan diangkat ke atas, paruh dibuka lebar, maka buah segera masuk ke rongga mulutnya dan selanjutnya ditelan. Menggelusurnya buah dileher kasuari terlihat jelas.

Kasuari dalam mencari makanannya diduga selain mengambil buah yang telah jatuh ditanah juga berusaha untuk menjatuhkan buah dipohon yang relative masih bisa digetarkannya. Oleh terjangan kaki atau senggolan badannya. Dugaan ini disadarkan pada tingkah kasuari yang sewaktu-waktu menerjang sesuatu yang tegak dimukanya. Pernah beberapa kali kasuari menerjang drum kosong yang berdiri beberapa kali seperti bermain tanpa dilatih sebelumnya. Gerakannya seperti ayam berkelahi hanya tidak dengan mematuk, kepalanya tegak ke atas.

Mengenai batu-batu kecil yang ditelannya mungkin merupakan tingkah laku makan yang penting dalam usaha untuk menghancurkan makanan, buah-buahan yang relative keras dalam temboloknya.

Berkembang biak

Kasuari sering kelihatan di hutan, berdua-dua, kalau lebih terlihat yang lainnya kecil-kecil, anaknya. Mungkin kasuari hidup berpasangan, tetapi pernah juga menemui kasuari berjalan sendiri. Menurut penduduk, kasuari yang demikian biasanya betina, kerena yang jantan sedang mengerami telurnya. Penduduk Somenente, TOR Atas mengatakan kasuari betina dapat bertelur sampai delapan butir, yang jantan mengeraminya sekitar 2 bulan.

Pernah pula menemukan telur kasuari 2 butir diatas serasah daun tergeletak begitu saja, tidak tampak adanya bentuk sarang. Menurut penduduk pula, kasuari tidak membuat sarang. Sarang baru terlihat bentuknya bila telur telah dierami yang jantan, serasah dan tanah berlekuk ke bawah.

Anak kasuari yang masih kasuari kecil berbulu coklat dan bergaris-garis coklat muda seperti anak babi hutan. Berapa lama anak kasuari ikut bapak-induknya belum jelas, mungkin sekitar 5-6 bulan.

Jalan dan lari

Sebagai burung yang tak dapat terbang, maka jalan dan lari merupakan kemampuannya yang utama baik dalam mencari makanannya maupun menhindarkan dirinya dari bahaya yang mengancam.

Dalam keadaan tidak ada bahaya kasuari berjalan dengan kepalanya tegak keatas atau sedikit lehernya dibengkokkan, tetapi kepala tegak atau sedikit menunduk. Lain halnya bila lari, maka kepalanya lurus datar dengan tubuhnya, malah terkadang lebih rendah dengan lincah meliuk-liuk diantara ranting semak atau batang pohon kecil. Hal yang tersebut akhir terutama bila ia sedang menghindarkan diri dari bahaya. Badannya yang berbentuk pasak memang sangat mempermudah gerakakannya dalam hutan.

Kakinya yang kokoh dengan kukunya yang tajam pada ketiga jarinya yang menghadap kemuka serta paruhnya benar-benar sangat membahayakan, bila kasuari melawan dan menyerang musuhnya. Bagi manusia benar-benar harus waspada. Seekor kasuari yang tiba-tiba bertemu dengan kita dan berhadapan arah, maka ia akan diam, mukanya tajam seperti menyelidiki gerakan apa yang dilakukan kita. Mata dan kepalanya yang biru bagi penulis terasa menakutkan.

Gerakan selanjutnya dari burung tersebut adalah lari melingkar membantuk busur sejauh busur sejauh 20 – 30 m, bolak-balik sangat cepat. Tindakan itu merupakan gerakan persiapan menyerang bila diganggu. Untuk kasuari yang takut, maka sejak bertemu langsung lari cepat menyelinap dan hilang.

Karena tingkah lakunya yang demikian maka penduduk yang berburu kasuari sendirian sangat waspada, segera setelah melihat kasuari lasngsung menyerangkan tombak atau panahnya, sebab bila kasuari sudah melihat ia sangat lincah menghidar atau berbahaya bila melawan.

Kasuari Peliharaan

Kasuari tampaknya dapat dipelihara dengan mudah. Sebagai burung yang tak dapat terbang, maka kandangnya cukup berupa pagar, lalu disediakan tempat berteduhnya disudut atau tengah kandang.

Kasuari yang telah lama dipelihara punya tingkah laku mirip anjing, cerdik, bisa diajak gurau oleh si pemilik atau pemelihara. Dapat dilepaskan dari kandang dari kandang dan kembali pulang.

Sekalipun demikian tingkah laku yang lain masih sulit diduga, pernah terjadi kasuari yang telah dipelihara tiba-tiba menyerang anak pemelihara yang biasa menggurauinya. Sangat fatal, perutnya robek diterjang kaki dan kukunya yang tajam kemudian meninggal.

lunes, 2 de febrero de 2009

Mengamati Burung di Kebun Raya

Pagi hari, hiruk pikuk angkutan umum yang melintas di depan Kebun Raya Bogor bercampur dengan aroma sampah sayuran yang menumpuk. Tak banyak yang menyadari, Kebun Raya sebagai paru-paru Kota Bogor yang bernuansa alami bisa melepaskan kemelut dan stress.

Sejak berdirinya tanggal 18 Mei 1817, Kebun Raya Bogor hanya memiliki luas 47 hektar, sekarang berkembang menjadi 87 hektar. Tercatat ada 15.000 jenis tumbuhan tropis dan lokal Indonesia. Juga ada sekitar 86 jenis burung yang tidur dan makan di Kebun Raya Bogor.

Mulai dari pintu masuk utama di Pasar Bogor, tepatnya di Danau Gunting, ada burung Kowak malam kelabu yang hidup berkoloni. Sangat mudah mengamatinya. Tanpa harus menggunakan binocular atau teropong. Selain itu ada Raja udang meninting, Tekukur, Cucak kutilang, Kepodang, Takur ungkut-ungkut, Cekakak sungai, Betet juga Celepuk yang bisa dijumpai pada malam hari saja.

Dengan mata telanjang, Kowak malam kelabu di sekitar Danau Gunting atau di belakang Istana Bogor gerak-geriknya sangat mudah ditonton. Panjang tubuhnya sekitar 61 sentimeter, bagian kepala besar dan bertubuh kekar dengan warna bulu hitam dan putih. Burung dewasa, memiliki mahkota hitam serta bulu putih di bagian dada dan leher. Tampak pula dua bulu panjang tipis terjuntai dari tengkuknya.

Selama mengamati Kowak malam kelabu di Danau Gunting jangan lupa memakai topi. Burung yang bersarang dan membuat sarang di kanopi, di bawah naungan sebelah dalam tajuk pohon ini , sering hilir mudik di antara pohon. Mengeluarkan kotoran seenaknya, sehingga menempel di baju dan kepala pengunjung Kebun Raya.

Burung ini mudah diamati saat pagi dan siang hari. Waktunya beristirihat buat mereka. Menjelang malam, mereka akan terbang mencari makan ke sawah dan kolam ikan. Jadi, sangat mudah untuk mengidentifikasinya saat matahari masih terang.

Selain Kowak maling, yang sering mampir ke Danau Gunting adalah Raja udang meninting. Biasanya, suaranya yang tinggi “criit-tit” akan terdengar saat dia terbang. Dan pada saat bertengger, cicitannya terdengar lebih cepat. Paling menarik dari Raja udang meninting adalah warna punggungnya biru terang, alias biru metalik. Sedangkan warna bawah badannya itu merah-jingga terang dan warna penutup telinga biru mencolok.

Dengan ukuran badan hanya 15 sentimeter, burung ini benar-benar cantik. Apalagi saat mencari makan. Ia mempunyai kebiasaan yang unik. Dengan anggun ia akan memperhatikan sekitar kolam tempat mencari makan. Setelah agak lama, dia akan menengok kiri - kanan, atas - bawah. Begitu melihat mangsanya, burung ini akan memperlihatkan tingkah laku seperti sedang menggerakan tubuhnya maju mundur beberapa kali.

Tak hanya itu, tak jarang Ia melompat ke kiri dan kanan untuk mencari posisi yang tepat saat menangkap mangsanya. Setelah itu, dia akan mendekap seperti mau mengeram, diam sesaat sambil mengamati mangsanya. Dan secepat kilat Ia akan menangkap mangsanya, dengan gerakkannya yang lincah.

Jadi, sebelum mampir ke factory outlet dan wisata kuliner di Bogor, sebaiknya mengamati burung dulu di Kebun Raya Bogor. Untuk menyebarkan virus kecintaan pada burung di alam. Setiap tahun, anggota milis SBI-InFo, wadah bagi para pengamat burung liar menggelar acara “mantengin tripod” di Kebun Raya Bogor. Jadi, biarkan burung terbang di alam, dan amati tingkah lakunya. Jangan kurung mereka di kandang sempit, terpenjara.