lunes, 22 de diciembre de 2008

Sriatun Djupri: Kasih Ibu pada Lingkungan

Dalam rangka Hari Ibu, MATOA mengajak para Sahabat untuk bersyukur dan berterima kasih kepada para Ibu yang telah berjuang bagi lingkungan hidup Indonesia, bagi bangsa ini, dan tentunya bagi kita.

Di tahun 1973, Sriyatun sekeluarga bersama dengan 2.102 kepala keluarga lainnya tinggal di daerah yang sangat gersang, tandus dan kumuh, tepatnya di kelurahan Jambangan, di pinggir Kali Surabaya. Sulitnya mendapatkan air bersih memaksa warga menggunakan air kali surabaya sebagai tempat mandi, cuci dan kakus (MCK) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kondisi seperti ini, sudah bisa ditebak bahwa daerah itu dipastikan kumuh. Ironisnya, Kali Surabaya merupakan sumber bahan baku air bersih yang diolah oleh PDAM untuk masyarakat Kota Surabaya.

Keadaan inilah yang kemudian memotivasi Sriyatun membawa masyarakat keluar dari kekumuhan lingkungan. Dimulai dengan penyuluhan tentang kebersihan kepada warga sekitar dengan tujuan untuk merubah perilaku buruk yang membuang sampah dan membuang hajat di Kali Surabaya. Perjuangan ini dilakukan tahun 1973-1986.

Mulai tahun 1986, Sriyatun mulai menggerakkan warga sekitar untuk melakukan pemilahan sampah, penghijauan pekarangan dan jalan warga sepanjang Kali Surabaya dan membuat saluran WC di sekitar rumah. Kegiatan ini dilakukan melalui Kelompok Dasa Wisma yang memanfaatkan anggota kelompok PKK, Karang Taruna dan para kepala keluarga sebagai kader lingkungan. Di tahun 2004 Sriyatun mendirikan Kelompok Kader Lingkungan Sri Rejeki, aksinya berupa pelatihan bagi warga sekitar untuk memilah dan mengolah sampah, pembibitan tanaman, penghijauan pekarangan, jalan dan pinggir sungai, serta membuat dan menggunakan jamban umum.

Kerja keras Sriyatun ternyata tidak sia-sia. Sebanyak 40 kader lingkungannya dengan anggota binaan 10 kepala keluarga/kader telah berkembang menjadi 1.000 kader tersebar di 14 kelurahan. Warga Jambanganpun telah mempunyai 14 WC umum. Selain itu, Sriyatun besama warga kini mengoperasikan 306 unit komposter aerob skala rumah tangga, yang berarti telah mengurangi produksi sampah dari 420 meter kubik perbulan menjadi 140 meter kubik perbulan. Penghijauanpun telah mencapai luasan tidak kurang dari 70% wilayah Kecamatan.

Dalam memanfaatkan sampah, ternyata Sriyatun secara diam-diam menerapkan metode 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Setiap rumah, rata-rata memperoleh penghasilan Rp. 150.000,- perbulan dari hasil penjualan kompos. Sedangkan hasil dari daur ulang limbah plastik mencapai 500.000 – 1.000.000 rupiah per rumah perbulan dalam bentuk kerajinan bunga plastik, taplak meja, tas, horden, anting-anting dan aksesori lainnya.

Selain itu, belatung sebagai hasil sampingan pembusukan sampah juga bernilai ekonomis karena laku dijual sebagai pakan yang higienis bagi ikan air tawar. Hasil tanaman apotik hidup seperti kunyit putih dan mahkota dewa dijual langsung kepada yang membutuhkan sebagai bahan pembuat jamu.

Pengelolaan sampah dengan metode 3R selain memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat ternyata telah mengurangi beban pencemaran terutama dari plastik yang dibuang ke tanah, sungai dan pencemaran udara karena dibakar. Secara sosiologis, upaya Sriyatun mampu merupah cara pandang dan perilaku masyarakat yang merupah limbah hingga bernilai ekonomis.

Keberhasilan Sriyatun tercatat telah diikuti 18 kecamatan di Kota Surabaya. Tidak hanya itu, kota-kota lainpun telah mulai mengikutinya, diantaranya adalah Yogyakarta, Sumenep, Probolinggo, Sidoarjo, Sorong, Dumai, Jakarta dan beberapa kota di Lampung , Aceh dan Kalimantan.

sumber: menlh.go.id

No hay comentarios:

Publicar un comentario