lunes, 15 de junio de 2009

Bu Titi dan Perpustakaan Pelita Desa

Pertama kali mengunjungi perpustakaan Pelita Desa di Sindangbarang Loji, Bogor, ada Siti di meja resepsionis sedang mencatat. Tak lama kemudian, muncul anak-anak kecil memasuki ruangan perpustakaan. Setelah dipersilahkan duduk oleh Siti, akhirnya bertemu dengan Lukman dan Agus. Kedua lelaki ini, setiap hari Sabtu, dengan sukarela membantu perpustakaan Pelita Desa.

Ternyata, Lukman adalah teman saya saat SMP, sekarang kerja di LIPI. Setelah basa-basi ngobrol dengan Lukman dan Agus, saya diajak ke lantai dua perpustkaan. Ada beberapa meja dan kursi belajar. Juga papan tulis. Sementara anak-anak perempuan yang tadi datang sedang asyik menggambar dan membaca buku. Di lantai dua, ada sebuah ruangan yang terkunci.
“ ini ruang kerja Bu Titi, biasanya kalau datang, Bu Titi kerja di sini,” jelas Lukman.

Puas melihat-lihat di lantai dua, kami turun ke ruang perpustakaan. Di lantai satu ini, berdiri rak-rak buku. Mata pun mengintip setiap rak, secara sepintas. Ada buku cerita anak-anak, novel remaja, dan buku-buku hasil penelitian Prof. Dr. Setijati Sastrapradja alias Bu Titi panggilan akrabnya.

Ya! Bu Titi dan perpustakaan Pelita Desa sangat erat hubungannya. Keduanya tak  bisa dipisahkan. Setelah beberapa kali bertemu dengannya, saya putuskan untuk berkunjung ke Pelita Desa. Perpustakaan umum yang dibuka sejak tahun 2003, saat Didin S. Sastrapradja, suaminya ulang tahun ke -70, setiap Sabtu ramai dikunjungi anak-anak sekitar Desa Loji, Bogor.  Buku-buku yang ada di Pelita Desa ada yang dibeli oleh Bu Titi, juga sumbangan dari orang lain.

“ Perpustakaan adalah jendela dunia. Waktu kecil, mainan gak ada. Adanya perpustakaan, itu pun sangat minim. Sewanya…ya… 10 centlah. Sering tukeran sama teman. Jadi bayarnya cuma satu. Tapi bisa baca buku gantian,” Bu Titi bercerita tentang kegemarannya membaca buku saat kecil dulu.

Sejak masih bekerja di LIPI, Bu Titi selalu menyisihkan uang untuk perpustakaan Pelita Desa. Sekarang, perpustakaan yang Ia dirikan ini sudah menjadi milik desa. Sayangnya, untuk perawatan buku dan kesejahteraan karyawannya belum bisa sepenuhnya dibantu desa. Bantuan yang diberikan untuk Pelita Desa baru sebatas buku-buku pelajaran saja.

Menariknya lagi, anak-anak yang sering datang ke Pelita Desa dan berprestasi di akhir tahun pelajaran akan mendapatkan hadiah dari Bu Titi, berupa celengan dan uang. Tapi, sebelumnya si anak juga harus mengisi celengan yang disediakan oleh Bu Titi. Apabila celengannya penuh, dan anak itu berprestasi, Bu Titi akan memberikan hadiah uang yang sama jumlahnya dengan yang ada di celengan.

Sayangnya, aturan main dari Bu Titi seringkali dirusak oleh kebutuhan rumah tangga orangtua anak-anak itu.

“ pernah suatu kali Irma….ada ibu dari anak itu, datang ke Ibu. Dia mau minta uang dari celengan anaknya untuk beli magic jar. Ya sudah, kalau satu orang sudah begitu….yang lain ngikut,” cerita Bu Titi.

Saat ini Bu Titi sudah pensiun dari LIPI. Tapi kecintaan dan kepeduliannya terhadap anak-anak dan dunia membaca patut diacungi jempol. Disela-sela kesibukannya mengajar mahasiswa S2 dan merawat Pak Didin, Bu Titi masih terus menulis cerita untuk bulletin KEJORA yang saat ini diterbitkan oleh MATOA. Cerita dalam KEJORA sangat menarik dan mengajak anak-anak untuk cinta pada tanah air serta kekayaan alam Indonesia.

Kalau Anda ingin memberikan  bacaan yang menarik bagi anak-anak Anda di rumah, taman bacaan, panti asuhan, jangan ragu untuk berlanggaanan KEJORA. Silahkan kirim email ke kejora@matoa.org. Dengan berlangganan KEJORA, Anda ikut mencerdaskan anak-anak Indonesia.

1 comentario:

  1. Irma, tanggal penayangan tulisan ini pas jatuh pada hari ultah ku ! sayang, aku telat bacanya. Thanks ya

    ResponderEliminar