miércoles, 18 de marzo de 2009

Iyung, Penyelamat Pesisir Pulau Puhawang

Yulianti biasa dipanggil Iyung, ibu guru yang giat menggerakan siswa SD Negeri Di Pulau Puhawang, Perairan Teluk, Lampung menanam bakau di kawasan yang sudah rusak. Iyung masih harus berupaya keras mengajak warga desa Pulau Puhawang untuk menjaga dan melestarikan hutan bakau lewat pendidikan lingkungan kepada anak didiknya.

Sebelum menjadi guru, ia bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Mitra Bentala yang fokus pada penyelamatan dan pengelolaan pesisir. Tahun 1995 pula dia lulus dari Jurusan Perkebunan Politeknik Universitas Lampung.

Sejak bergabung dengan Mitra Bentala, Iyung aktif mendatangi pesisir dan pulau-pulau di perairan Lampung. Setiap kali datang ke pulau, ia prihatin dengan kondisi pesisir yang tak terurus. Masyarakatnya pun tak peduli pada kesehatan dan kelestarian lingkungan, serta cenderung abai pada pendidikan.

Fakta itu menggugahnya, apalagi saat ia bekerja di Pulau Puhawang pada 1997. Ia lalu mendalami kondisi pesisir di pulau seluas 1.020 hektar itu. Seharusnya pantai yang berpasir putih dan relatif tenang perairannya itu bisa menjadi obyek wisata. Tempat ini juga cocok untuk budidaya keramba jaring apung kerapu.

Namun, hutan bakau di pulau itu rusak atau malah habis, pulaunya pun kotor. Rupanya warga desa Pulau Puhawang memperlakukan laut sebagai ”tong sampah” dan berperilaku hidup tak sehat.

"Mereka suka membuang hajat sembarangan," ujar Iyung. Warga desa seolah tak peduli, pulau mereka bersih atau kotor.

"Itu menjadi tantangan buat saya, kenapa warga bisa bertindak dan berperilaku tak sehat seperti itu?" ujarnya.

Sebagai aktivis lingkungan, Iyung ingin menyelamatkan hutan bakau dan lingkungan pulau. Ia lantas mengukur dan mendata hutan bakau yang rusak, sekaligus tingkat kerusakannya. Data ini diperlukan untuk mengetahui cara merehabilitasinya.

Berkat bantuan informasi dan data dari Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dusun Penggetahan, Puhawang, dan fakta lapangan, ia mendapati warga Pulau Puhawang umumnya tak berpendidikan. Lulusan SD dinilai sudah bergengsi.

"Sumber daya manusia di sini rendah kualitasnya. Saya pikir inilah penyebab kerusakan lingkungan dan kotornya pulau ini," ujarnya.

Bagi Iyung, lebih baik memperbaiki meski terlambat daripada sama sekali tak berupaya. Ia memilih memulai perbaikan dari siswa SD karena orangtua umumnya berpikiran konservatif, sulit berubah. Tahun 2000 ia memberikan les mata pelajaran kepada semua siswa mulai kelas I sampai kelas VI SDN Pulau Puhawang secara gratis. Sambil memberikan les pelajaran, ia menyisipkan pendidikan etika dan pendidikan lingkungan.

Kesempatan membuat para siswa melek lingkungan makin terbuka saat ia menjadi tenaga sukarela mendampingi masyarakat Puhawang di bidang pendidikan tahun 2002. Dia juga mengajak para siswa mengenal lingkungan dan manfaat hutan bakau bagi pulau, tempat tinggal mereka. Ia pun mengajarkan tentang pentingnya memelihara kesehatan lingkungan.
"Membuat para siswa mengerti dan tak lagi membuang sampah di laut atau membuang hajat itu membutuhkan waktu," ujar Iyung.

Namun, pelan-pelan para siswa bisa paham. Pemahaman mengenai kesehatan lingkungan dan pelajaran tentang pelestarian lingkungan itu kemudian diharapkan bisa menular kepada para orangtua siswa.

"Anak-anak kadang lebih berhasil memberi tahu orangtuanya dibandingkan dengan aktivis memberi tahu langsung kepada orangtua," ujar Iyung.

Sumber: sains.kompas.com/read

No hay comentarios:

Publicar un comentario