jueves, 16 de abril de 2009

Mencari Penginapan Tahun 1970an

<cerita sebelumnya>
Mencari penginapan di kota-kota kecil di Jawa pada tahun 1970-an, yang bersih, tidak bernyamuk atau berkutu busuk, tidak mudah. Karenanya kami sering menginap di rumah-rumah penduduk atau mantri kehutanan. Saya merasakan repotnya menginap ketika saya harus membawa tamu asing ke lapangan. Bila tamu-tamu tersebut untuk pertama kalinya berkunjung ke Indonesia, mereka tidak pernah mandi dengan gayung atau mempergunakan WC jongkok. Saya dapat merasakan kecanggungan mereka. Tidur pun menjadi permasalahan. Kami, orang-orang Indonesia bisa tidur di lantai tanpa kasur, atau berbagi tempat tidur dengan yang lain, asal sama jenisnya. Tidak demikian untuk tamu-tamu asing. Untuk mereka, tidur bersama di satu tempat tidur, meskipun dengan yang sama jenis adalah tabu. Malam itu kami benar-benar dibikin repot, karena si tamu memilih tidak tidur daripada harus tidur bersama orang lain. Sejak itu, kami benar-benar harus mencermati perbedaan budaya sampai yang sekecil-kecilnya untuk menghindari ketidakenakan.


Tidak jarang kami kemalaman di jalan. Banyak yang menjadi penyebabnya. Terkadang salah seorang dari kami belum juga muncul di tempat dan jam yang telah kami setujui sebelum kami berpencar mencari contoh-contoh tumbuhan atau hewan yang menjadi minat kami. Terkadang pula, salah satu ban mobil yang kami tumpangi pecah, atau bensinnya habis, sehingga kami harus menunggu supir untuk menyelesaikan pekerjaannya. Bila kami mengalami keterlambatan mencari penginapan di malam hari, ada saja hal yag menggelikan, seperti yang kami alami di Probolinggo. Pemilik penginapan begitu ramah menyambut kami dan menunjukkan sebuah kamar yang cukup besar untuk kami tempati bertujuh. Tetapi kami segera berbalik ke mobil dan mengucapkan terima kasih, karena dalam kamar itu hanya ada satu tempat tidur. Memang benar tempat tidur itu bisa menampung kami semua, tetapi bagaimana kami bisa tidur di satu tempat tidur yang tidak bersekat, sehingga kami, laki-laki dan perempuan, bisa tidur bersama.
<bersambung>
------------------------

Catatan redaksi :

Tulisan ini merupakan bagian catatan perjalanan Setijati D Sastrapradja dari buku Bintang Beralih, sebagai sumber inspirasi sepanjang masa.

No hay comentarios:

Publicar un comentario